Naskah Khutbah Jumat Dewan Dakwah BantulEdisi 028/Tahun III/2023
Ingin mendapatkan materi Khutbah Jumat?
🟢 Group WhatsApp 2️⃣ : https://chat.whatsapp.com/JwOZ6ZelLUx5BTam0cYhFn
🔵 Naskah lengkap dari awal bisa dibuka di Channel Telegram : https://t.me/khutbah_DDII_Bantul
MENDIDIK ANAK DENGAN PENUH CINTA
Oleh: Ust. Saiful Bahri
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، رَفِيْعُ الدَّرَجَاتِ، وَهُوَ الَّذِيْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُوْ عَنِ السَّيِّئَاتِ، رَافِعُ السَّمَاوَاتِ، وَمُنَزِّلُ اْلآيَاتِ، اِلـهُنَا وَخَالِقُنَا وَرَازِقُنَا وَلَيْسَ لَنَا رَبٌّ سِوَاكَ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ .وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Anugerah dan nikmat yang agung dari Allah subhanahu wata’ala bagi para orangtua adalah berupa kelahiran anak, yang bagi keluarganya akan memberikan kebahagiaan tersendiri. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia memiliki kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Ali ‘Imran: 14)
Pada awal ayat ini disebutkan, bahwa umumnya fitrah manusia memiliki kecenderungan mencintai (senang) kepada wanita, anak-anak dan harta benda. Khususnya dorongan untuk memiliki anak yang akan menjadi penyambung sejarah kehidupannya, kita bisa menyaksikan bagaimana banyak orang yang telah berkeluarga puluhan tahun berjuang untuk mendapatkan anak. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui terapi, berobat kepada dokter dan mengikuti berbagai program kehamilan meskipun harus membayar dengan biaya mahal, semua diperjuangkan demi mendapatkan anak yang akan menjadi penerus keturunannya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Allah subhanahu wata’ala memberi petunjuk pada kita, bahwa manusia biasanya menempatkan anak setidaknya dalam tiga kedudukan, yaitu sebagai perhiasan, ujian dan penyejuk bagi mata.
Pertama, Anak sebagai perhiasan atau kesenangan hidup di dunia.
Allah SWT berfirman dalam Surat al Kahfi ayat 46:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Dalam keseharian kita melihat, seringkali para orangtua menyebut-nyebut dan membangga-banggakan perkembangan dan prestasi anaknya di hadapan oranglain, apalagi bila sang anak memiliki keistimewaan lebih dibandingkan dengan anak lain.
Kedua, anak sebagai cobaan atau fitnah.
Firman Allah dalam Al-Quran surat Al Anfal ayat 28:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْم
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
Menurut Profesor Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan, anak sebagai ujian maksudnya adalah: apakah karena keberadaan anak yang dicintainya akan menjadikan seseorang justru melakukan pelanggaran atas aturan Allah? Dan apakah seseorang mampu menunaikan “amanah” yang semestinya diberikan bagi kepentingan anak.
Kehadiran anak menjadi ujian bagi orangtua untuk bisa mejalankan tugasnya dalam merawat dan mencukupi kehidupannya, berupa sandang, pangan, dan papan yang cukup. Demikian pula tugas untuk mendidik dan mengembangkan potensi pada anak, yang kelak menjadikannya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah-Nya di dunia.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketiga, anak sebagai penyejuk di mata atau penyenang hati.
Firman Allah ﷻ dalam surat Al Furqan ayat 74:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Seorang hamba Allah akan selalu memohon untuk dapat memiliki pasangan hidup dan keturunan yang baik, agar selalu dapat menjadi penyejuk dalam pandangan mata. Keadaan yang selalu menyenangkan ini sebagai pertanda bahwa keluarga tersebut telah meraih suatu status atau predikat keluarga sakinah, mawaddah warahmah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kita diingatkan bahwa masa depan anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau pengasuhan yang diberikan oleh orangtuanya. Dalam satu hadits disebutkan bawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka ibu bapaknya yang menjadikan agamanya yahudi atau nasrani atau majusi.” (Muttafaq ‘alaihi)
Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. memberi tips adanya tiga tahapan dalam mendidik anak agar sesuai dengan perkembangannya, yaitu:
Pertama, perlakukan anak bagaikan raja.
Saat kanak-kanak, usia pra-sekolah (umur 0-6 tahun), anak membutuhkan perhatian dan pengorbanan terbesar dari orangtuanya. Ketika umur 0 tahun, sang bayi hanya bisa menangis, tersenyum atau tertawa. Hal itu sebagai pertanda apakah hak-hak kebutuhannya telah dipenuhi atau belum; maka orangtuanya harus memperlakukan sang anak seperti raja. Apa pun kebutuhannya harus dipenuhi, dan hal ini membutuhkan adanya kesadaran, kepekaan dan cinta kasih yang tulus. Para orangtua, khususnya ibu; harus selalu siap berjaga 24 jam setiap hari demi sang bayi melayani kebutuhannya.Seiring dengan perkembangan usia dan kemampuan fisik motorik, maka anak mulai beraktivitas, melakukan pengenalan diri dan bereksplorasi terhadap lingkungannya. Tidak ada yang salah pada perilaku sang anak, hanya para orangtua-lah yang harus membimbing dan menjadi contoh bagaimana menjalani hidup sehari-hari. Inilah saatnya orangtua menjadi guru pertama bagi anak-anaknya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Tahap kedua, perlakukan anak bagaikan tawanan.
Pada usia anak-anak sekolah 7-12 tahun, anak sudah saatnya untuk memahami hak dan kewajibannya, baik mengenai akidah, hukum, dan sesuatu yang dilarang dan diperbolehkan. Anak mulai dilatih kedisiplinan dan tanggungjawab. Bagaimana mengatur waktu untuk belajar, beribadah ataupun bermain. Para orantua harus menjukkan seperti apa nilai kebenaran yang harus ditegakkan, dan memberitahukan mana keburukan yang harus dihindari. Ada saatnya mampu menunaikan kebaikan diberi pujian dan hadiah; sementara bila melakukan pelanggaran perlu diberi hukuman yang mendidik.
Tahap ketiga, perlakukan anak bagaikan sahabat.
Pada umur 13-21 tahun, tahap ini anak memasuki masa remaja, secara umum sudah memasuki aqil baligh. Maksudnya anak telah memiliki kemampuan berpikir logis, abstrak dan bahkan kritis. Berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan anak perlu dibicarakan, dan anak diajak berkomunikasi layaknya sahabat. Jangan ada kesan mendikte atau memaksakan kehendak. Orang tua harus mampu memposisikan diri sebagai sahabat agar anak mau terbuka dan bercerita mengenai apa yang diinginkan atau sedang dihadapi untuk kemudian mencari solusi bersama.
Dengan cara ini anak akan merasa disayangi, dihargai, dicintai dan akan tumbuh rasa percaya diri, serta memiliki pribadi yang kuat sehingga mereka senantiasa mampu melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Selanjutnya, orang tua sudah harus mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat kepada anak, hal ini penting agar kelak anak akan menjadi pribadi yang cekatan, bertanggung jawab, mandiri dan dapat diandalkan.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Apabila para orangtua tidak memainkan peran dengan benar tahapan tersebut, bisa jadi anak tidak akan menjadi perhiasan atau pun penyejuk dalam pandangan mata, justru dapat menjadi musuh bagi orangtuanya.
Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ dalam surat At Taghabun ayat 14:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”
Saat ini anak-anak kita sedang mulai memasuki masa pendidikan formal tahun ajaran baru. Kita jangan sepenuhnya berlepas tangan atas proses pendidikan yang sedang berlangsung, hanya karena merasa sudah menyerahkan pendidikan anak pada sekolah pilihan atau favorit. Kewajiban pertama pendidikan berada di tangan para orangtua, tidak sepenuhnya bisa dialihkan atau digantikan oleh pihak lain. Keberadaan sekolah hanyalah membantu, kita para orangtua-lah yang menjadi pengendali utamanya.
Pemberian yang paling baik dari orangtua kepada anak adalah pendidikan akhlak dan adab sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi :
عن أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا لَهُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
“Dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada pemberian orang tua terhadap anaknya yang lebih baik daripada adab yang baik,’” (HR. At-Tirmidzi).
Demikian khutbah siang ini semoga menjadi pengingat dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ .رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.