Naskah Khutbah Jumat Dewan Dakwah BantulEdisi 031/Tahun II/2022
Ingin mendapatkan materi Khutbah Jumat?
🟢 Group WhatsApp 4️⃣ : https://chat.whatsapp.com/HuyMTmy9wVn2vdG1HRQMSw
🔵 Naskah lengkap dari awal bisa dibuka di Channel Telegram : https://t.me/khutbah_DDII_Bantul
💻 Naskah lengkap dari awal : https://drive.google.com/drive/folders/11ZcffhlMqe-KdNXEshz1UUOhQ4Ik132l?usp=sharing
Hijrah Menuju Kemerdekaan Sejati
Oleh : Ust. Asrofi, S.Ag., MSI
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا, أَمّا بَعْدُ
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ﴿٧٤﴾
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan berbagai macam kenikmatan bagi kita semua, baik berupa kesehatan, umur panjang serta ketetapan iman Islam. Semoga karunia tersebut dapat membuat kita bersyukur dengan sebenar-benar kesyukuran.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Dengan ajaran Islam inilah beliau telah membimbing kita keluar dari kegelapan hidup menuju cahaya yang terang benderang.
Sebagai khatib tidak lupa kami mengingatkan untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dengan menaati perintah-Nya serta berharap ridho maupun pahala dari-Nya. Kemudian meninggalkan larangan-Nya dengan penuh rasa takut akan adzab Allah di dunia maupun akhirat kelak. Sebab dengan takwa ini, Allah SWT akan memudahkan semua urusan kita, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ath-Thalaq ayat 4 :
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً ﴿٤﴾
“Barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Saat ini kita sudah berada dalam suasana tahun baru 1444 Hijriyah dan sebentar lagi memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77. Dua momentum ini merupakan peristiwa penting dalam kehidupan kita Umat Islam, khususnya di Indonesia.
Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi, menjadi titik tolak perjuangan menuju kemerdekaan, kemandirian dan kedaulatan umat Islam. Sejarah mencatat bahwa umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah; dan meletakkan dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan masyarakat baru di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW.
Selanjutnya, tahun baru Hijriyah kali ini terasa istimewa, karena bila ditarik benang merahnya terdapat kemiripan antara peristiwa Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan Proklamasi Kemerdekaan RI. Yaitu kemiripan untuk mencapai kebebasan, kesetaraan dan menghapuskan keterbelakangan di tengah kehidupan masyarakat-nya yang majemuk dan terdiri dari beragam suku bangsa.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Hijrah dalam sejarah Islam adalah satu peristiwa monumental yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan Nabi Muhammad SAW, tapi juga bagi pertumbuhan dan perkembangan agama Islam pada zaman dahulu hingga sekarang ini. Betapa pentingnya peristiwa ini, hingga diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Anfaal ayat 74
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ﴿٧٤﴾
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia”.
Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita semua pada sikap istiqamah atau teguh pendirian Rasulullah yang tetap berjuang menyebarkan Islam meski menghadapi berbagai godaan, rintangan, hambatan dan ancaman. Hijrah juga mencerminkan kecerdasan pemikiran Nabi dalam perjuangan dakwahnya, menyebarkan agama Islam di tengah keterbatasan dan umat Islam yang masih sangat sedikit jumlahnya.
Sementara Proklamasi Kemerdekaan RI merupakan pintu gerbang menapaki jembatan emas pembebasan bangsa Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. Sesuatu yang mungkin tidak terbayangkan pada saat itu, mengingat kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, terpisah-pisah secara geografis antara satu suku atau daerah, dan tidak memiliki teknologi militer yang dapat digunakan untuk melawan tentara penjajah.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Rasulullah SAW mendorong umat manusia untuk menjadi pribadi yang merdeka. Kemerdekaan hakiki diraih dengan iman yang sempurna. Seorang mukmin yang taat sejatinya merupakan pribadi merdeka. Tuhan-tuhan kecil tak berdaya karena imannya paripurna. Harta, tahta, dan nafsu dunia lain yang sering menjadikannya berpaling dari Tuhan tak lagi mampu menguasai dirinya. Taat menjalankan tugas di muka bumi sebagai khalifah dan sekaligus hamba Allah SWT. Tak ada takut, galau dan duka karena sadar sepenuh hati bahwa segalanya telah ditentukan Sang Perencana.
Hatinya diisi dengan dzikir, lisannya terpelihara dengan kalimah bermakna yang penuh nasihat dan membahagiakan sesama. Tangannya ringan membantu, menjadikan tetangga dan lingkungannya merasa nyaman dan aman bersamanya. Syariat Islam ditunaikannya dengan tulus ikhlas, lapang dada, kesungguhan serta hati yang bahagia. Keluarga dan lingkungannya merasakan kemanfaatan hidupnya.
Begitulah manusia merdeka yang hidupnya didedikasikan untuk menjalankan perintah Allah SWT yang diimaninya. Kemerdekaan inilah yang diupayakan oleh Rasulullah SAW sehingga melaksanakan perintah untuk hijrah bersama para sahabatnya..
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Hijrah Rasulullah SAW mengandung banyak pelajaran yang bisa dipetik dalam konteks hidup kekinian. Menurut Profesor Quraish Shihab sebagian diantaranya adalah:
Pertama : Pengorbanan
Ketika Rasulullah menyampaikan kepada Abu Bakar r.a. bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk berhijrah, dan mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah bersama, Abu Bakar menangis kegirangan. Dan seketika itu juga ia membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rasulullah saw untuk memilih yang dikehendakinya. Terjadilah dialog:
Nabi berkata: “Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku.”
Abu Bakar menjawab: “Unta ini kuserahkan untukmu.”
Jawab Nabi: “Baiklah, tapi aku akan membayar harganya.”
Abu Bakar bersikeras agar unta ini diterima sebagai hadiah, namun Nabi saw tetap menolak, Abu Bakar pada akhirnya setuju untuk menjualnya. Mengapa Nabi saw bersikeras untuk membelinya? Bukankah Abu Bakar shahabat beliau? Dan, sebelum itu Nabi saw sering menerima hadiah dan pemberian dari Abu Bakar. Di sini terdapat pelajaran yang sangat berharga.Rasulullah saw. ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, pikiran dan materi, bahkan dengan jiwa dan raga beliau. Dengan membayar harga unta itu, Nabi mengajarkan kepada Abu Bakar r.a dan kepada kita semua bahwa dalam mengabdi kepada Allah, janganlah mengabaikan sedikit pun kemampuan kita.. Dalam mencapai suatu usaha besar & cita-cita yang besar - janganlah kita terlalu mengharapkan bantuan dan belas kasihan dari orang lain. Allah SWT telah menganugerahkan kepada semua manusia potensi-potensi besar untuk bisa digali dan dimanfaatkan.
Beliau mengajarkan agar dalam proses berjuang, janganlah justru mencari kesempatan untuk mendapat keuntungan, fasilitas dan bonus apa yang bisa didapatkan atau bahkan sekedar mencari ‘gratisan’. Semestinya yang dimiliki adalah semangat berkorban: “apa yang bisa aku berikan dan korbankan bagi perjuangan yang besar dan mulia ini.”
Dari hal ini kita bisa memetik pelajaran: bila kita ingin memajukan bangsa dan negara Indonesia yang tercinta, maka sangat dinantikan lahirnya para pejuang yang rela berkorban sebagaimana keteladanan Rasulullah SAW ini. Bukannya justru para aktor yang berlagak ‘sok’ menjadi pejuang atau pahlawan yang katanya cinta NKRI dan rela berkorban, tetapi hatinya busuk dengan polah tingkah yang sibuk mengeruk, merampok dan menguras kekayaan negara dan bahkan menggadaikan nasib masa depan bangsa.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Kedua : Makna Hidup
Rasulullah saw. berangkat ke Medinah sambil memesan kepada kemenakannya, ‘Ali bin Abi Thalib, agar tidur di pembaringannya, sambil mengenakan selimut Rasulullah SAW guna mengelabui kaum musyrik. Dengan kesediaan ini, ‘Ali pada hakikatnya mempertaruhkan jiwa raganya demi membela agama Allah. Di sini, sekali lagi, kita bisa memetik pelajaran tentang : Apa sebenarnya arti hidup menurut pandangan agama?Hidup bukan sekedar menarik dan menghembuskan napas. Ada orang-orang yang telah terkubur, tetapi oleh Al-Qur’an masih dinamai orang yang hidup dan mendapat rizki, al hayah fil maut. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 169 :
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ﴿١٦٩﴾
“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki”.
Sebaliknya ada pula orang yang masih manarik dan menghembuskan napas, namun dianggap sebagai orang-orang mati, al maut fil hayah. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Faatir ayat 22 :
وَمَا يَسْتَوِي الْأَحْيَاء وَلَا الْأَمْوَاتُ إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَن يَشَاءُ وَمَا أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ ﴿٢٢﴾
“Dan tidak pula sama orang yang hidup dengan orang yang mati. Sungguh, Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang Dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kubur dapat mendengar”.
Ayat di atas menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang musyrik yang telah mati hatinya, dan Al-Qur’an menganggap orang-orang itu berada di dalam kubur.
Hidup dalam pandangan agama adalah kesinambungan dunia dan akhirat dalam keadaan bahagia, kesinambungan yang melampaui usia di dunia ini. Sehingga dengan demikian, tiada arti hidup seseorang yang tidak menyadari akan kewajiban-kewajiban di hadapan Allah. Setiap orang yang beriman wajib mempercayai dan menyadari bahwa disamping ada wujud masa kini, masih ada lagi wujud yang lebih kekal yaitu akhirat nanti, yang kebahagiaannya kita upayakan mulai di dunia ini.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Ketiga : Tawakal dan Usaha
Ketika Rasul saw. bersama Abu Bakar r.a. bersembunyi di gua Tsur dan para pengejar mereka telah berdiri di mulut gua tersebut, Abu Bakar r.a. sangat takut dan gusar. Rasulullah saw. menenangkannya sambil berkata : “Jangan khawatir dan jangan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita.”
Dan peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an:
إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٤٠﴾
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. At Taubah: 40)
Keadaan ini bertolak belakang dengan apa yang kemudian terjadi dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah tahun setelah peristiwa hijrah ini. Ketika itu, yang gusar dan kuatir adalah Nabi Muhammad SAW, sedang Abu Bakar r.a. yang menenangkan beliau.Mengapa terjadi dua sikap yang berbeda dari Nabi dan Abu Bakar? Sekali lagi kita mendapat pelajaran yang sangat dalam menyangkut arti hakekat-hakekat keagamaan. Dua peristiwa yang berbeda di atas menuntut pula dua sikap kejiwaan yang berbeda dan keduanya diperankan dengan jitu oleh Nabi Muhammad saw. Kedua hakekat keagamaan itu adalah : tawakal dan usaha (ikhtiar).
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah.
Rasulullah saw. diperintahkan berhijrah seketika perintah itu tiba, tanpa didahului perintah bersiap-siap untuk melaksanakan hijrah. Karena itu, perintah tersebut dilaksanakannya dengan penuh keyakinan bahwa pasti Allah bersama mereka. Apapun yang terjadi, maka itu adalah pilihan-Nya, sehingga ketika itu tiada lagi alasan untuk takut, gentar atau bersedih. Inilah wilayah tawakal.
Berbeda halnya dengan peperangan. Jauh sebelumnya beliau telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 60 :
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“ Siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) kekuatan apa saja yang kamu sanggupi”. Kekhawatiran Nabi ketika itu timbul karena keraguan beliau akan persiapan-persiapan yang dilakukannya selama ini. Karena, jika keraguan beliau itu benar, tentulah beliau telah menjerumuskan umat, bahkan agama ke jurang yang berbahaya. Beliau dan tentaranya dapat kalah akibat kurangnya persiapan. Dan inilah wilayah ikhtiar (usaha) kemanusiaan seorang hamba. Sekali lagi, kita belajar kapan tawakal digunakan dan bagaimana batas-batasnya, serta arti pentingnya ikhtiar (usaha) dalam kehidupan ini. Demikian khutbah yang kita sampaikan saat ini, apabila kita ingin sukses dalam mencapai kejayaan sebagaimana sukses yang telah diraih oleh Rasulullah SAW dan para sahabat, maka kitapun harus banyak belajar dari peristiwa hijrah tersebut. Semoga Allah SWT memberikan bimbingan, kekuatan lahir-batin serta perlindungan kepada kita semua. A-miin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ
وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ ، وَالجُنُونِ ، والجُذَامِ ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ