Naskah Khutbah Jumat Dewan Dakwah BantulEdisi 040/Tahun III/2023
Ingin mendapatkan materi Khutbah Jumat?
🟢 Group WhatsApp : https://chat.whatsapp.com/GYrsFLncgFdBP0NyCIGYe2
🔵 Naskah lengkap dari awal bisa dibuka di Channel Telegram : https://t.me/khutbah_DDII_Bantul
EMPAT KEBAHAGIAAN
Oleh: Ust. Muhammad Habibi
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاَيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Setiap orang pasti mendambakan kehidupan yang bahagia. Tetapi konsep dan cara pandang orang berbeda-beda dalam mengukur kebahagiaan. Ada yang diukur ketika bisa menjadi kaya ditandai dengan meraih harta yang banyak, karir yang sukses, jabatan yang prestisius atau tinggi, dan sebagainya. Itu semua merupakan kebahagiaan duniawi.
Islam mengajarkan kita untuk meraih kebahagiaan yang lengkap, yaitu duniawi dan ukhrawi, sebagaimana do’a yang diajarkan:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.” (Qs. al-Baqarah : 201)
Kita diingatkan agar memprioritaskan dalam mengejar kebahagiaan akhirat, sedangkan kehidupan dunia jangan lupa untuk dijadikan modal meraih akhirat. Allah SWT berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Qs. al-Qashash:77)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kebahagiaan akhirat sebagai puncaknya tentu saja ditandai dengan dimasukkan ke surga, dan dijauhkan dari siksa neraka sebagaimana do’a “sapu jagat” tadi. Allah ta’ala berfirman :
فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ ﴿١٨٥﴾
“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Qs. Ali ‘Imran: 185)
Tetapi, hal itu tidak bisa datang dengan sendirinya, melainkan perlu diupayakan dengan berbagai jalan dengan menggunakan apa saja yang kita jalani dalam kehidupan dunia ini.
Ada empat perkara yang akan mendatangkan kebahagiaan hidup dunia, dan semua itu bisa diikhtiarkan sebagai ‘wasilah’ tercapainya kebahagiaan akhirat kelak.
Dalam satu hadits Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ
”Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang shalehah, anak yang berbakti, teman-temannya orang yang baik, dan rejeki (pekerjaan) nya berada di negeri sendiri.” (HR Dailami).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kebahagiaan pertama: Istri yang shalihah.
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
Rasulullah SAW ditanya tentang wanita (istri) yang baik, Beliau menjawab, “Jika dipandang (suami) ia menyenangkan, jika diperintah ia taat, dan ia tidak menyelisihi suaminya dalam perkara-perkara yang dibencinya, baik dalam diri maupun harta.” (HR Ahmad)
Bila setiap suami menginginkan punya istri yang shalihah; maka sesungguhnya demikian pula seorang istri – pasti mengharapkan untuk mempunyai seorang suami yang shalih. Dengan demikian maka sesungguhnya kedua belah pihak harus saling berupaya dan bekerjasama meningkatkan keshalihannya. Jangan sampai hanya datang secara sepihak, seorang suami hanya menuntut istrinya jadi shalihah, tetapi dirinya sendiri tidak melakukan introspeksi atas perilakunya sehari-hari, baik dalam keluarga, lingkungan kerja ataupun masyarakat luas.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kebahagiaan kedua: Anak yang shaleh.
Anak adalah penerus sejarah kehidupan, sekaligus investasi bagi para orangtuanya di masa depan. Bila diri kita telah dipanggil Allah melalui jalan kematian, maka anak adalah harapan kita.
إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR Muslim)
Memiliki anak-anak yang baik dan berbakti merupakan kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Kebahagiaannya tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat. Tentu saja untuk bisa terwujudnya anak yang shaleh perlu ikhtiar, melalui keteladanan dalam lingkungan keluarga, pergaulan masyarakat dan tempat pendidikan. Kita harus memantau dan suka menjalin komunikasi dengan anak-anak kita. Jangan sampai mereka terjebak dalam pergaulan yang salah dan merusak masa depan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kebahagiaan ketiga: Teman yang baik.
Teman yang baik akan sangat menguntungkan, baik dalam konteks pekerjaan, sosial kemasyarakatan; apalagi pengamalan ajaran agama.
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ، كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإمَّا أنْ تَجِدَ مِنْهُ ريحاً طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحاً مُنْتِنَةً
“Sesungguhnya teman baik dan teman yang buruk itu diibaratkan dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi dapat memberikan wewangian untukmu, engkau membelinya, atau engkau mendapatkan aroma wangi darinya. Adapun pandai besi bisa jadi membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan aroma yang tidak sedap darinya.” (HR Bukhari)
Teman yang baik adalah yang menjadi sahabat sejati, baik dalam suka ataupun duka. Mereka tidak hanya menolong dalam kesusahan, tetapi juga menjadi pengingat ketika kita salah, menjadi pendorong semangat dalam kebaikan dan ketakwaan. Rasulullah SAW memerintahkan agar kita memilih teman yang shalih, yaitu yang beriman dan berakhlak mulia.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kebahagiaan keempat: rejeki (pekerjaan) di negeri sendiri.
فَابْتَغُوا عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ ﴿١٧﴾
“Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan.” (QS al-Ankabut: 17).
Bekerja merupakan sarana untuk mencari nafkah. Semua jenis pekerjaan yang halal adalah kemuliaan, asal dijalani dengan tanggung jawab dan kejujuran; dengan demikian akan menjadi wasilah diraihnya harta yang halal dan berkah. Menghindari bentuk kecurangan, penipuan atau manipulasi. Jangan hanya karena ingin gengsi, justru kemudian mengabaikan kehalalan rejeki.
Jika mata pencaharian ada di dekat tempat tinggal, maka kita tetap bisa berkumpul, menjaga, dan menyayangi keluarga. Kebersamaan dengan keluarga akan memungkinkan kita bersama pasangan untuk mendampingi pendidikan anak dan mengawal tumbuh kembang mereka hingga besar. Demikian juga kita dapat bergaul dengan lingkungan sekitar dan mengambil peran dalam memajukan kehidupan bermasyarakat. Itulah empat macam kebahagian dalam kehidupan dunia. Semoga kita dimudahkan untuk meraihnya sebagai modal meraih kebahagiaan akhirat. Amiin. Demikian khutbah pada siang ini semoga bermanfaat.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، فَيَاقَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.